Pada jaman dahulu kala hiduplah seorang pemuda yang bernama Jaka Tarub. Jaka Tarub tinggal sendirian di sebuah rumah di pinggir hutan. Sehari-hari, ia menghabiskan waktunya dengan memancing.
Hasil pancingannya itu dijual untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan ibunya.
"Ah, lebih baik aku memancing di sungai dalam hutan. Pasti ikan di sana lebih banyak, karena tak ada yang mau memancing di sana," ucap Jaka Tarub.
Jaka Tarub pun langsung menuju ke hutan. Benar raja, hutan sangat sepi. Hanya ada binarang di sana.
Tanpa membuang waktu, Jaka Tarub langsung melempar kailnya. Tiba-tiba, Jaka Tarub dikejutkan dengan tujuh warna yang melengkung di langit. Warna-warna itu mendarat di ujung sungai tempatnya memancing. Karena penasaran, Jaka Tarub mengejar tujuh warna itu.
"Warna apa itu? Sangat indah." decak Jaka Tarub, merasa kagum.
Olala, betapa terkejutnya Jaka Tarub. Di ujung tujuh warna itu, ada tujuh wanita cantik yang sedang bermain air di sungai. Aroma mereka sangat wangi.
Ya! Mereka adalah tujuh bidadari dari kayangan. Jaka Tarub pun memperhatikan ketujuh bidadari itu dari semak-semak, agar mereka tak melihatnya.
"Cantik sekali mereka. Andai aku bisa menikah dengan salah satu dari mereka," gumam Jaka Tarub.
Aha! Jaka Tarub mempunyai ide. Dengan perlahan, Jaka Tarub mendekat ke sungai. Ia mengambil salah satu selendang milik bidadari. Kemudian, ia menyimpan selendang itu di batik bajunya.
Hari semakin sore. Tampaknya Para bidadari sudah lelah bermain air.
Hari semakin sore. Tampaknya Para bidadari sudah lelah bermain air.
"Sudah sore, saudariku. Kita harus kembali ke kayangan," ucap bidadari tertua.
Mereka pun bersiap untuk kembali terbang ke kayangan. Namun,salah satu bidadari tampak kebingungan. Ia mencari sesuatu.
"Selendangku hilang, saudariku. Aku tak mungkin bisa kembali ke kayangan tanpa selendangku. Selendang itulah yang bisa membuat kita terbang," ujar bidadari yang kehilangan selendangnya. Ia tampak panik.
"Kita tak mungkin menunggu di sini. Pasti Ayahanda mencari kita," sahut bidadari yang lain.
Akhirnya, keenam bidadari meninggalkan bidadari yang selendangnya hilang seorang diri.
Bidadari itu sekarang sendirian. Ia terlihat sangat sedih. Jaka Tarub pun mendekati bidadari itu.
"Wahai, gadis. Siapakah namamu? Mengapa engkau bersedih?" tanya Jaka Tarub.
"Namaku Nawang Wulan. Aku bersedih, karena tak bisa kembali ke rumahku di kayangan," jawab Nawang Wulan.
"Apakah kau seorang bidadari?" tanya Jaka Tarub lagi.
Nawang Wulan mengangguk. Jaka Tarub pun mengajak Nawang Wulan ke rumahnya. Karena tak tahu lagi harus tinggal di mana, Nawang Wulan menerima ajakan Jaka Tarub.
Jaka Tarub dan Nawang Wulan Menikah
Jaka Tarub dan Nawang Wulan akhirnya menikah. Mereka hidup dengan bahagia. Jaka Tarub bekerja di sawah, sedangkan Nawang Wulan mengurus rumah.
Bertahun-tahun hidup berkeluarga, ada satu hal yang membuat Jaka Tarub merasa heran. Padi di lumbung tak pernah habis. Padahal, setiap hari padi dimasak.
Suatu pagi, ketika Jaka Tarub hendak pergi bekerja, ia bertanya kepada Nawang Wulan.
"Istriku, aku heran. Mengapa padi di lurnbung kita selalu banyak? Padahal, setiap hari kita memasaknya," tanya Jaka Tarub.
Nawang Wulan tidak menjawab. Ia hanya tersenyum. Tentu saja Jaka Tarub menjadi semakin penasaran.
Pada suatu pagi yang cerah, Nawang Wulan hendak pergi ke sungai.
"Aku hendak mencuci baju. Jangan sekali kali membuka tudung masakanku," pesan Nawang Wulan kepada Jaka Tarub.
Tapi, Jaka Tarub justru menjadi penasaran. Begitu Nawang Wulan pergi ke sungai, diam-diam ia membuka tudung masakan istrinya, Jaka Tarub terkejut. Hanya ada segenggam padi di dalamnya. Pantas saja padi di lumbung tak kunjung habis.
Jaka Tarub Melanggar Janji
Tak selang berapa lama, Nawang Wulan kembali. Ia bergegas melihat nasi yang dimasaknya. Nawang Wulan tak kalah terkejut, karena segenggam padi yang dimasaknya masih berwujud sama. Ia pun menanyakan hal itu kepada Jaka Tarub.
"Iya, aku melihatnya. Aku minta maaf, karena tidak mendengarkan perintahmu," ucap Jaka Tarub.
Nawang Wulan tak bisa berbuat apa-apa. Sekarang, ia harus bekerja lebih giat karena kekuatan bidadarinya telah lenyap. Berkat kekuatannya itulah, segenggam padi bisa menjadi nasi yang banyak dan padi di lumbung tak kunjung habis.
Berbulan-bulan berlalu. Sekarang, padi di lumbung cepat sekali habis. Saat Nawang Wulan mengambil padi untuk dimasak, ia menyentuh sesuatu di dasar lumbung. Alangkah terkejutnya Nawang Wulan saat mendapati sesuatu yang ia ambil dari dasar lumbung adalah sebuah selendang.
"Bukankah ini selendangku?" ucap Nawang Wulan sambil meraba selendang itu.
Benar, itu adalah selendangnya. Bersamaan dengan itu, Jaka Tarub datang. Melihat Nawang Wulan telah menemukan selendangnya, Jaka Tarub meminta maaf kepada Nawang Wulan.
Tapi, Nawang Wulan sudah tak percaya kepada Jaka Tarub.
Nawang Wulan memakai selendangnya, lalu kembali ke kayangan.
Sementara Jaka Tarub hanya bisa menyesal. Kini, Jaka Tarub kembali sendirian,
Pesan moral dari Cerita Jaka Tarub dan 7 Bidadari
Jika kita menginginkan sesuatu, berusahalah untuk mendapatkannya dengan cara yang baik. Jangan dengan mencuri, ya.
Jangan suka mengingkari janji, ya. Nanti teman-teman kita akan menjauhi kita.