Masih ingat dengan daerah yang pernah mengalami Tsunami
besar di tahun 2004? Ya, provinsi mana lagi kalau bukan Banda Aceh?
Ngomong-ngomong tentang provinsi tersebut ternyata ada 9 Tarian
Tradisional Banda Aceh yang paling terkenal lho, kerennya lagi… salah satu
seni tarinya sudah diakui oleh UNESCO. Kok bisa ya?
Menurut beberapa sumber, ada 3 kelebihan yang bisa
dibanggakan dari provinsi Banda Aceh. Salah satunya Aceh sangat menjaga
budaya dari para leluhurnya. Pantas saja kalau tari Saman benar-benar
dijaga nilai budayanya.
Difikir-fikir, cemburu juga… Kenapa ga semua orang Indonesia
punya sifat seperti itu? Biar budaya kita benar-benar terjaga tanpa ada
campuran sana-sini. Simak lebih lanjut yu…
9 Tarian Tradisional yang Berasal Dari Aceh
1.
Tari Saman
Tari Saman, tarian tradisional
ini dulunya adalah tarian etnis Suku Gayo, dimana ras tersebut sebagai ras
tertua di pesisir Aceh saat masa itu.
Saat itu tarian ini bertujuan
sebagai media untuk menyebarkan agama Islam. Sekarang, tarian ini bersifat
hiburan dan sering dibawakan untuk mengisi festival kesenian
dimancanegara.
Tarian ini kira-kira dimainkan
oleh 9 atau lebih, yang terpenting jumlahnya harus ganjil. Tapi ngomong-ngomong
tentang Tari Saman, saya sempat membaca didunia maya sempat terjadi kontroversi
tentang tarian ini.
Salah
seorang netizen mengatakan jika tarian ini dikhususkan untuk
laki-laki, karena tubuh wanita sangat lemah untuk mengikuti gerakan tari saman.
Wajar saja, gerakan dalam tari saman kan terdapat seperti gerak guncang,
lingang, surang-saring, dan kirep. Walau pada dasarnya, gerakannya mengandung
tepuk dada dan tepuk tangan.
Dalam tarian ini, semua penari
bergerak dengan sangat kompak, gerakan yang dianggap klimaks dari semua gerakan
adalah ketika penari-penari itu mengangkat tangannya ke langit, dan memegang
tangan temannya. Saya fikir gerakan itu seperti ombak. Dimana sebagian penari
menunduk, sebagian lagi seolah menegadah kebelakang, sebagian lagi mengangkat
tangan.
Kostum yang digunakan dalam tari
saman adalah kostum suku Gayo, dan dikendalikan oleh penari tengah. Tari saman
tidak menggunakan alat musik lainnya, mereka memanfaatkan bunyi suara yang
dihasilkan dari tepukan tangan.
Pantas saja, tarian ini masuk ke
daftar UNESCO. Dan sejak itulah, tari saman tidak diperbolehkan ditarikan oleh
perempuan, kostum yang digunakan pun tidak sembarangan dan bahasa yang
digunakan pun harus bahasa suku Gayo.
2.
Tari Laweut Aceh
Tarian tradisional selanjutnya
adalah tari laweut, kata ‘laweut’ berasal dari shalawat atau pujian pada Nabi
Muhammad SAW. Tarian ini berasal dari Kab. Pidie, Aceh. Dulunya tarian ini
disebut tari seudati.
Tarian ini, biasanya ditarikan
oleh 8 orang wanita dan 1 penyanyi. Syair-syairnya yang dilantunkan berupa
ayat-ayat Islam atau dakwahan. Gerakan dalam tarian ini, hampir sama dengan
tari saman, bedanya mereka menarikan secara berdiri. Jika saya lihat tarian ini
tampak sangat sepi. Karena tidak adanya iringan musik.
Masih sangat berkesan
tradisional, suara yang dihasilkan dari tepukan tangan para penari dianggap
musik pengiring. Tapi saya pribadi sih, berfikir jika saja memasukan alat musik
rebana kedalam tarian tersebut, pasti akan lebih rame.
3.
Tari Tarek Pukat
Tari ini sangat unik karena
menggambarkan akitifitas nelayan yang akan menangkap ikan.
Sejarahnya tarian ini
terinspirasi dari tradisi nelayan. Wajar saja, karena masyarakat Aceh saat itu
sebagian besar profesinya adalah seorang nelayan.
Saat menangkap ikan, mereka
bergotong royong membuat jala dan menangkap ikan bersama-sama, dan hasilnya pun
akan dibagi kepada warga sekitar.
Makna dalam tarian ini singkatnya
adalah kerja sama dan kebersamaan. Musiknya pun menggunakan alat musik
tradisional.
Tarian ini biasanya terdiri dari
sekitar 7 orang penari wanita. Dengan kostum busana tradisional khas Aceh,
mereka membawa seuntai jala dipinggangnya, hingga akhirnya, dengan gerakan ke
kanan dan kekiri, masing-masing tali akan dikaitkan pada teman sebelahnya, lalu
dilepas, dan dililitkan lagi, hingga pada endingnya tali itu akan
berbentuk jala.
Walau gerakannya seperti itu-itu
saja, ada nilai seni yang terkandung didalamnya. Saat ini, tarian ini biasa
diadakan di acara resmi, acara penyambutan dan perayaan tertentu.
4.
Tari Bines
Tarian ini berasal dari Kabupaten
Gayo Lues. Biasanya ditarikan oleh sekelompok perempuan.
Jumlah penari Bines diharuskan
berjumlah genap, entah 10, 12 atau berapapun (tidak ada ketentuan jumlah). Ciri
khas dari tarian ini ditarikan dari gerakan lambat sampai gerakan cepat hingga
akhirnya berhenti serentak. Hampir mirip dengan tarian saman. Disebutnya saja,
bagian dari tari saman.
Uniknya bila kamu ingin
memberikan uang pada penari, kamu harus menyimpan uangmu di atas kepala penari.
Uang itu dianggap sebagai ganti bunga yang diberikan dari penari (biasanya ada
di akhir acara).
Kostum yang digunakan di tarian
ini adalah, baju lukup, kain sarung seragam, kain pajang, hiasan leher, dan
hiasan tangan seperti topong gelang.
Lagu yang dilantunkan di tari ini
adalah jangin bines.
5.
Tari Didong
Didong adalah kesenian yang
menyatukan beberapa unsur seperti tari, vokal dan sastra.
Awal-awalnya tarian ini muncul
ketika ada salah seorang seniman yang bernama Abdul Kadir To’et yang peduli
dengan kesenian ini. Saat itu kesenian ini digemari oleh masyarakat Takengon
dan Bener Meriah.
Kata Didong pun mengandung arti
‘nyanyian sambil bekerja’, ada pun yang berpendapat didong berasal dari suara
musik yang seolah-olah mengatakan ‘din’ dan ‘dong.
Gerakan tarian ini, duduk dan
bermain dengan kedua tangan. Sampai mereka menyanyikan sebuah lagu, dan
menepakkan tangan dengan ketukan yang berbeda seperti tari kecak. Tarian
ini tidak menggunakan alat musik latar, karena penarinya akan mengeluarkan
nada-nada seperti musik dari mulutnya.
Biasanya tarian ini dipentaskan
jika ada acara keagamaan, dan sebagai ajang hiburan saja.
6.
Rapai Geleng
Tarian ini awalnya berasal dari
Manggeng, salah satu daerah di Aceh Selatan. Dikembangkan oleh seorang anonim.
Biasanya tarian ini dibawakan oleh laki-laki.
Dari syairnya tarian ini
bertujuan untuk menanamkan nilai moral pada masyarakat, dan pertama kali
tarian ini dikembangkan berawal dari tahun 1965 dimana tarian ini menjadi
sebuah sarana dakwah. Hingga akhirnya menarik minat para penonton.
Biasanya syairnya di ambil dari lagu-lagu
keagamaan. Geleng disini, mengartikan dibeberapa gerakan penari yang
menggeleng-geleng kepalanya ke kanan dan kekiri. Gerakannya sangat berirama dan
mengutamakan kekompakan.
Kata ‘Rapai’ sendiri berasal
dari alat musik yang mirip dengan gendang yang digunakan oleh penari.
Sekarang dikenal sebagai sebutan ‘rebana’.
7.
Tari Ula ula lembing
Kesan pertama ketika saya
mendengarkan lagu latar tarian ini, saya seperti mendengarkan lagu Arab.
Kalau tidak ada yang
menyanyikannya mungkin saya terkecoh dengan musik latarnya, dari sekian
video yang saya liat, penyanyi dan musik latarnya masih itu-itu juga.
Bentuk kerudung penarinya pun ada
yang berbeda-beda, ada yang menggerai seperti jilbab, ada juga yang seperti
ciput. Saya tidak tau apakah ini memang dari sananya begini apa dibuat biar ada
keaneka ragaman bentuk kerudung. Namun bila saya liat vidio yang lain, ternyata
kerudungnya serupa. Tapi… bukan masalah ininya yang harus kalian ketahui.
Tari ini salah satu tarian yang
langka wancana, beberapa sumber lain sangat singkat dan padat penjelasan
tentang tarian ini.
Usut punya usut, ternyata tarian
ini hampir dan bahkan pudar termakan zaman, padahal tarian ini adalah tarian
yang bernuansa bahagia. Dulu, digunakan untuk ritual adat dan acara pernikahan.
8.
Tari Ratoh Duek Aceh
Kata ratoh diambil dari bahasa
Arab yang artinya Rateb, dan kata ‘duek’ berasal dari bahasa Aceh sendiri yang
artinya duduk. Tarian ini pun kadang disebut dengan ratoh jaroe.
Disini kamu akan menemukan penari
wanita yang berjumlah 10 ataupun lebih, dengan 2 orang syahie atau penyanyi.
Tarian ini menggambarkan makna yang diambil dari kehidupan sehari-hari. Kekompakan,
keselarasan, sifat optimis, dan tegas. Hal ini terlihat dari harmoni para
penari yang bertepuk tangan sesuai irama.
Gerakan tarian ini hampir sama
dengan tari saman, tapi bukan berarti tari KW-an. Karena setelah Tari Saman
diakui UNESCO sebagai Budaya Warisan Manusia, sejak itu pula tari saman tidak
diperbolehkan diikuti oleh wanita.
Bagaimana nasib para penari
wanita yang dulunya menarikan tari saman?
Nah, disini mereka memisahkan
diri sebagai tari Ratoh Duek. Namun, banyak orang yang mengira tarian ini
adalah tari saman. Suku Gayo tidak mau merusak budayanya. Mereka ingin
masyarakat Aceh membuat tariannya sendiri dengan namanya sendiri tanpa mengubah
adat sesepuh (tari saman).
Lahirlah Tari Ratoh Duek yang
jumlah penarinya harus genap, sedangkan tari saman harus ganjil. Ratoh Duek
menggunakan tarian adat tradisional Aceh dan berbahasa Aceh, beda dengan tari
saman yang menggunakan bahasa Gayo. Alat musik ratoh duek pun menggunakan
rebana.
9.
Tari Pho
Tarian tradisional berikutnya
memiliki nama lucu yaitu Pho, mengingatkan saya pada salah satu nama
telletubies. Namun Pho disini bukan diambil dari film anak, Pho ini berasal
dari kata peubae, jika diartikan dalam bahasa Aceh seperti sebutan
penghormatan.
Tarian ini dibawakan oleh
perempuan, zaman dulu tarian ini ditarikan sebagai simbolin bahwa orang
tersebut sedang bersedih hati atau berduka cita. Namun setelah masuknya agama
Islam di Aceh, tarian ini menjadi kesenian rakyat saja.
Sejarah singkatnya, ada seorang
gadis yatim piatu yang sangat cantik, ia diasuh oleh kakak Ibunya. Dan
pengasuhnya memiliki seorang anak laki-laki, hingga akhirnya anak laki-laki dan
gadis tersebut saling jatuh cinta. Namun ada pihak yang iri dan sakit hati
karena ditolak oleh gadis tersebut. Akhirnya mereka difitnah telah berzinah,
saat itu hukuman orang berzinah sangat fatal yaitu hukuman mati. Akhirnya
mereka dihukum mati.
Akhirnya Ibunya laki-laki
tersebut berduka sambil menari-nari untuk mengekspresikan kesedihannya dan
lahirlah tari Pho.