Rumah Adat Jawa Tengah ini telah menjadi primadona di
kalangan masyarakat. Meskipun sudah jarang dijadikan tempat tinggal, Rumah
Joglo kini dijadikan konsep menarik untuk restoran atau hotel. Pengunjung pun
dapat merasakan suasana desa di Jawa Tengah pada zaman dahulu kala.
Sebenarnya, beberapa desa di Jawa Tengah masih menggunakan
Rumah Joglo sebagai tempat tinggal. Apabila Sobat Pembaca berjalan-jalan di
sebuah desa di Jawa Tengah, teman-teman masih dapat menjumpai rumah Joglo yang
masih asli. Namun jumlahnya sangat sedikit sekali.
Di beberapa tempat, rumah tersebut dikosongkan dan digunakan
hanya untuk upacara ruwatan saja. Masyarakat kini lebih memilih membangun rumah
dengan konsep yang lebih modern. Mengobati rasa penasaran Sobat pembaca semua,
mari kita ulik sejarah, filosofi, dan makna yang terkandung dalam rumah adat
Jawa Tengah.
A.
Sejarah Rumah Joglo
Sebenarnya, nama rumah adat Jawa
Tengah tidak hanya Rumah Joglo. Ada 4 bentuk tempat tinggal tradisional yang
ada di Jawa Tengah yaitu bentuk Panggangpe, bentuk Kampung, bentuk Limasan, dan
bentuk Joglo. Bentuk Joglo memang lebih dikenal dibandingkan dengan bentuk
lainnya.
Rumah Joglo, dahulu, merupakan
simbol status sosial dan hanya dimiliki oleh orang-orang yang mampu.
Bahan-bahan untuk membuat Joglo memang lebih mahal dan lebih banyak. Selain
membutuhkan biaya, waktu yang diperlukan juga cukup banyak.
Akhirnya, anggapan rumah Joglo
hanya boleh digunakan oleh bangsawan, raja, dan pangeran pun berkembang.
Sehingga masyarakat dengan penghasilan rendah tidak berani untuk membuatnya.
Masyarakat dengan penghasilan rendah biasanya akan membuat rumah Panggangpe,
Limasan, atau Kampung yang lebih hemat biaya dan waktu.
Sekarang, rumah Joglo dapat dimiliki
oleh berbagai kalangan. Bahan-bahan yang lebih variatif dengan harga terjangkau
sudah banyak dipasarkan. Hal tersebut membuat pembuatannya menjadi lebih murah
dibandingkan dahulu kala.
B.
Gambar Rumah adat
Jawa Tengah (Joglo)
Awalnya rumah Joglo adalah
bentuknya bujur sangkar dengan empat pokok tiang di tengahnya. Tiang tersebut
dinamakan saka guru. Kemudian untuk menopang tiang tersebut digunakan blandar
bersusun yang bernama tumpang sari. Seiring perkembangan zaman, ada
tambahan-tambahan ruang di dalam rumah Joglo tersebut. Namun, dasar rumahnya
tetap berbentuk persegi.
Bahan utama untuk membuat rumah
Joglo adalah Kayu. Berbagai jenis kayu dapat digunakan untuk membuat rumah adat
Joglo Jawa Tengah ini. Tanaman-tanaman yang biasa digunakan pada zaman dahulu
adalah jati, sengon, dan batang pohon kelapa.
Kayu jati selalu menjadi
primadona untuk dijadikan bahan utama dalam pembuatannya. Ketahanan, keawetan,
dan kekuatan kayu jati membuat kayu jati menjadi pilihan pada saat itu. Rumah
Joglo yang terbuat dari kayu jati bahkan masih bisa bertahan hingga sekarang.
Saat ini, pembuatan rumah Joglo dilakukan dengan mencampur jenis-jenis kayu
tertentu.
Bagian atap rumah Joglo, terbuat
dari genteng dari tanah liat. Selain itu, masyarakat tradisonal juga
menggunakan ijuk, jerami, atau alang-alang untuk membuat atap. Penggunaan
bahan-bahan dari alam dengan atap yang tinggi membuat penghuni merasa sejuk dan
nyaman untuk ditempati.
Sirkulasi udara di rumah Joglo
juga sangat baik. Atap yang dibuat bertingkat-tingkat juga menyimpan makna
sendiri. Ketinggian atap Joglo yang bertahap memiliki hubungan dengan
pergerakan manusia dengan udara yang dirasakan olehnya sendiri.
Selain bentuk atap bertingkat,
salah satu hal yang menjadi ciri khas dari rumah Joglo adalah bentuk atapnya.
Atap rumah Joglo yang merupakan perpaduan dari dua bidang atap segitiga dengan
dua bidang atap trapesium. Di atap-atap tersebbut memiliki sudut kemiringan
yang berbeda. Atap Joglo selalu terletak di tengah-tengah dan diapit oleh atap
serambi.
Gabungan dari atap Joglo dan
serambi tersebut ada dua macam. Gabungan pertama bernama Atap Joglo Lambang
Sari. Atap Joglo Lambang Sari adalah atap Joglo yang disambung dengan atap
serambi. Gabungan kedua adalah gabungan dengan menyisakan lubang-lubang udara
pada atap. Gabungan ini bernama Atap Lambang Gantung.
Desain rumah Joglo sendiri tidak
boleh sembarangan. Desain-desain tersebut telah mengerucut menjadi beberapa
Joglo. Nama-nama rumah Joglo yaitu Pangrawit, Jompongan, Limasan Lawakan,
Tinandhu, Mangkurat, Sinom, dan Hageng.
C.
Filosofi Rumah Joglo
Pemberian nama Joglo pada rumah
adat Jawa Tengah ini penuh dengan makna. Kata Joglo diambil dari kata “tajug”
dan “loro”. Makna dari kata tersebut adalah penggabungan dua tajug. Atap rumah
Joglo memang berbentuk tajug yang menyerupai gunung.
Masyarakat Jawa sangat percaya
bahwa gunung adalah sebuah simbol yang sakral. Menurut mereka, gunung adalah
tempat tinggal para dewa. Karena itu lah, dua tajug dipilih sebagai bentuk atap
rumah adat Jawa Tengah. Atap rumah Joglo disangga oleh empat pilar utama yang
disebut Saka Guru. Pilar-pilar tersebut merupakan representasi dari arah mata
angin yaitu timur, selatan, utaran, dan barat.
Rumah Joglo terdiri dari tiga
bagian yaitu bagian depan (pendapa), tengah (pringgitan), dan ruang utama (dalem).
Dalam pembagian rumah ini, terdapat prinsip hirarki yang unik. Bagian depan
bersifat umum dan bagian belakang bersifat khusus. akses orang yang dapat masuk
ke dalam ruangan juga berbeda-beda.
D.
Bagian Bagian Rumah
Joglo
1.
Pendapa
Pendapa terletak di bagian depan rumah. Hal ini menunjukkan sifat orang
Jawa yang ramah dan terbuka. Agar tamu dapat duduk, biasanya pendapa dilengkapi
dengan tikar. Penggunaan tikar dimaksudkan agar tidak ada kesenjangan antara
tamu dan pemilik rumah.
2.
Pringgitan
Bagian ini adalah tempat di mana pagelaran pertunjukan wayang diadakan.
Biasanya digunakan ketika upacara ruwatan. Di sini, pemilik rumah juga
menyimbolkan diri sebagai Dewi Sri. Dewi Sri adalah dewi yang dianggap sebagai
sumber dari segala kehidupan, kesuburan, dan kebahagiaan.
3.
Dalem atau
ruang utama keluarga.
Di sini, terdapat kamar-kamar yang disebut senthong. Dulu, sentong hanya
dibuat tiga bilik saja. Kamar pertama untuk keluarga laki-laki, kamar kedua
dikosongkan, dan kamar ketiga untuk keluarga perempuan. Mengapa kamar kedua
dikosongkan?
Kamar kedua yang disebut dengan
krobongan ini digunakan sebagai tempat untuk menyimpan pusaka sebagai pemujaan
terhadap Dewi Sri. Kamar ini dianggap sebagai bagian rumah yang paling suci.
Meskipun kamar ini dikosongkan, kamar ini tetap diisi lengkap dengan tempat
tidur dan perlengkanya.
Kamar kedua ini juga biasa
digunakan untuk pengantin baru. Masyarakat yang baru saja menikah tidak mungkin
bercampur dengan saudara lainnya setelah menikah. Masyarakat Jawa Tengah memang
selalu memikirkan baik buruk dalam melakukan tindakan apa pun. Termasuk dalam
membangun rumah. Rumah adat Jawa Tengah memang sarat akan makna filosofis yang
tinggi. Sekecil apa pun, selalu ada nilai-nilai yang terkandung dalam tindak
tanduk perilaku masyarakat Jawa.
Semoga artikel tentang rumah adat Jawa Tengah ini
dapat menginspirasi Sobat pembaca sekalian. Yuk, lestarikan budaya Indonesia,
minimal kita dapat mengetahui kebudayaan yang ada di sekitar kita.