Rumah Adat Banten adalah rumah yang dihuni oleh masyarakat suku Baduy.
Oleh karena itu, rumah adat di Banten, juga dikenal dengan nama rumah Baduy selain rumah adat Sulah Nyanda.
Oleh karena itu, rumah adat di Banten, juga dikenal dengan nama rumah Baduy selain rumah adat Sulah Nyanda.
Pembangunan rumah adat Banten ini terbilang cukup unik karena harus mematuhi aturan adat suku Baduy yang berlaku.
A. Rumah Adat Sulah Nyada
Rumah ini dibangun menghadap utara dan selatan, karena masyarakat setempat mempercayai bahwa arah timur dan barat tidak baik untuk hunian.
Selain itu, rumah adat Banten ini juga terlihat menyatu dengan alam dan memilii bentuk yang sangat sederhana.
Hal ini terjadi karena masyarakat suku Baduy megikuti nalurinya sebagai manusia yang hanya membutuhkan tempat berlindung dari cuaca buruk dan hewan buas di hutan.
Nama Sulah Nyanda yang dipakai juga sebenarnya memiliki hubungan dengan bentuk atap rumah adat ini.
Nyanda memiliki arti posisi perempuan yang baru saja menjalani persalinan, yaitu posisi bersandar dengan tidak tegak lurus.
Oleh karena itu, bentuk atap rumah adat Sulah Nyanda memiliki kemiringan yang rendah seperti posisi yang agak merebah kebelakang.
B. Pembagian Ruangan Rumah Adat Sulah Nyada
1. Soroso
Soroso adalah bagian terdepan dari rumah adat Banten yang satu ini.
Bagian ini juga dijadikan sebagai teras oleh para penghuni rumah untuk bersantai dan sebagai ruangan untuk menerima tamu.
Tempat ini juga merupakan tempat beraktivitasnya anak perempuan di Banten, seperti menenun.
2. Tepas
Ruangan bernama tepas ini terletak di bagian tengah rumah.
Aktivitas yang dilakukan oleh keluarga di tempat ini adalah menggelar petemuan, syukuran, dan dijadikan juga sebagai tempat untuk bersantai dan tidur pada malam hari.
3. Ipah
Sedangkan ipah adalah ruangan yang terletak di bagian belakang rumah.
Tempat ini digunakan sebagai tempat untuk menyimpan persediaan makanan dan tempat untuk memasak.
Percaya gak percaya, ruangan ini adalah ruangan yang paling utama dalam rumah karena digunakan sebagai tempat tidur oleh para kepala keluarga.
Dapur tersebut hanya digelari tikar yang digunakan sebagai alas tidur pada malam hari.
4. Leuit
Untuk menyimpan hasil bumi berupa padi, masyakarat suku Baduy membangun leuit atau lumbung padi yang terletak di luar kampung.
Leuit adalah simbol ketahanan pangan suku Baduy dan diletakkan di luar kampung dengan alasan jika terjadi musibah di kampung, maka persediaan pangan tidak ikut terganggu.
Untuk melindungi leuit, ada mantra-mantra yang diucapkan oleh puun atau seorang ketua adat.
Pembangunan lumbung juga harus sesuai dengan hitungan bulan yang ditentukan oleh puun.
Jika salah tanggal membangunnya, suku Baduy percaya bahwa akan ada malapetaka yang terjadi cepat atau lambat.
C. Ciri Khas Rumah Adat Sulah Nyanda
Pada setiap ruangan di rumah adat ini, terdapat sebuah lubang pada lantainya.
Kamu pasti heran kan, kenapa ada lubang pada lantai rumah?
Nah, lubang memang sebagaj dibuat pada lantai rumah Suku Baduy dan berfungsi sebagai sirkulasi udara.
Alasannya adalah karena rumah adat suku Baduy ini tidak dilengkapi dengan jendela.
Ternyata, tidak dibangunnya jendela pada rumah adat Sulah Nyanda ini memiliki tujuan yang baik, yaitu agar setiap penghuni yang ingin melihat ko0ndisi di luar rumah, harus pergi untuk melihat langsung.
Dengan kata lain, rumah ini mengajarkan penghuninya untuk tidak bermalas-malasan dan membangun hubungan baik dengan masayarakat sekitar.
Sementara itu, untuk pembangunan rumah adat Sulah Nyanda ini, masyarakat Banten mengandalkan rasa gotong royong.
Bahkan, dalam satu hari, ada sepuluh rumah adat Sulah Nyanda berukuran 100 hingga 120 meter persegi yang dapat dibangun oleh masyarakat suku Baduy.
Hal ini merupakan bukti dari kuatnya tali kekeluargaan pada masyarakat Banten.
D. Arsitektur Rumah Adat Sulah Nyanda
Untuk membangun rumah adat Banten ini, digunakan material yang bisa didapatkan dari alam, seperti bambu, batu, kayu, dan ijuk.
Bambu adalah bahan utama dalam membangun rumah adat ini, kemudian disusul dengan bahan-bahan lainnya.
Batu digunakan sebagai alas pondasi, dan yang digunakan adalah batu datar yang berukuran besar sehingga dapat dipendam di dalam tanah.
Batu yang biasanya diperoleh dari kali ini digunakan untuk mencegah tiang rumah cepat lapuk karena kayu tiang rumah akan cepat keropos jika bersentuhan langsung dengan tanah.
Tiang rumahnya sendiri berasal dari balok kayu berukuran besar, seperti kayu jati, mahoni, atau kayu akasia.
Perlunya menggunakan kayu yang kuat dan keras adalah agar tiang dapat menopang keseluruhan isi rumah.
Sebagai jalan masuk menuju rumah, rumah adat asli Banten ini hanya memiliki satu pintu yang menggunakan panto sebagai penutupnya.
Panto adalah sebutan masyarakat setempat untuk daun pintu yang dianyam vertikal dengan bilah-bilah bambu berukuran sebesar ibu jari.
Konon katanya, penghuni rumah tidak pernah mengunci pintunya saat bepergian ke luar.
Pada dinding rumah, digunakan material bambu yang dianyam sehingga membentuk sebuah bilik.
Cara menganyam bambu untuk bilik tersebut adalah dengan teknik saragsig, yaitu langsung dibuat tanpa adanya pengukuran terlebih dahulu.
Konon katanya, masyarakat suku Baduy memang hidup berdasarkan naluri saja.
Hal ini merupakan bentuk usaha penyesuaian diri dengan lingkungan yang ditinggalinya.
Penggunaan bilik memberikan kesejukan bagi penghuni rumah karena sirkulasi udara dapat dengan mudah masuk dan keluar lewat celah anyaman dan karena ini juga rumah adat Sulah Nyanda tidak memiliki jendela.
Lantainya terbuat dari bilah-bilah papan yang disusun sejajar atau bambu yang sudah dibuat menjadi datar.
Terakhir, bagian atap rumah ini menggunakan bilah bambu sebagai kerangkanya dan ijuk digunakan sebagai atap penutupnya.
E. Filosofi Rumah Adat Sulah Nyanda
Sama seperti kebanyakan rumah adat, rumah adat Sulah Nyanda asli Banten ini juga dibangun tidak semata-mata memiliki fungsi sebagai tempat tinggal.
Masyarakat suku Baduy lebih senang menganggap bahwa rumah yang mereka bangun merupakan ciri khas tersendiri yang mencerminkan kepribadian dan jati diri sang pemilik rumah.
Lalu, masyarakat suku Baduy juga sangat taat terhadap aturan adat, karena pada saat rumah akan dibangun, rumah tersebut harus dibangun mengikuti kontur tanah.
Sehingga, struktur tanah tidak rusak karena pembangunan rumah.
Hal ini berkaitan dengan aturan adat yang mengharuskan setiap masyarakat yang ingin membangun rumah tidak merusak alam sekitar demi membangun suatu bangunan.
Hal ini pula yang mengakibatkan tiang-tiang rumah adat Suku Baduy tidak memiliki ketinggian yang sama.
Nah, itu tadi penjelasan mengenai rumah adat Sulah Nyanda yang menjadi rumah adat bagi suku Baduy di Banten.
Rumah milik masyarakat suku Baduy ini membuktikan bahwa tanpa teknologi juga mereka dapat menciptakan sesuatu yang bermanfaat untuk kelangsungan hidup mereka.
Sehingga, dengan kecanggihan teknologi yang kita miliki sekarang, haruslah kita manfaatkan dengan sebaik mungkin untuk kebaikan bersama.