Pakaian Adat Jawa Tengah, Seperti yang diketahui bahwa
negara Indonesia adalah negara Kepulauan yang terdiri dari beberapa pulau. Pada
masing-masing pulaunya pun memiliki ciri khas yang berbeda baik dari adat
istiadat maupun budaya, tak terkecuali dengan pulau Jawa. Pulau Jawa sendiri
merupakan salah satu pulau di Indonesia yang memiliki jumlah penduduk paling
padat.
Di Pulau Jawa terdapat salah satu daerah yang sampai
sekarang masih menjunjung tinggi nilai adat istiadat dan budaya setempat,
daerah tersebut yaitu Jawa Tengah. Jawa Tengah merupakan salah satu wilayah di
Pulau Jawa yang letaknya berbatasan dengan Daerah Istimewa Yogyakarta di bagian
barat dan Jawa Timur di bagian timur.
Budaya yang terdapat di daerah Jawa Tengah pun tidak jauh
berbeda dengan yang terdapat di daerah lainnya yaitu terdiri dari beberapa
elemen penyusunan yang salah satunya adalah Pakaian Adat. Mungkin sebagai dari
Anda sudah pernah tahu bahkan pernah memakai Baju Adat Jawa Tengah, namun
kebanyakan orang belum tahu apa saja Nama Pakaian Adat Jawa Tengah yang
sering di pakai oleh masyarakat setempat. Oleh karena itu, berikut akan
dijelaskan seperti apa pakaian adat yang berasal dari Jawa Tengah.
A.
7 Jenis Baju Adat
Jawa Tengah
1.
Jawi Jangkep
Jawi Jangkep secara resmi
terdaftar sebagai pakaian adat Provinsi Jawa Tengah. Sama halnya seperti kebaya
yang khusus dikenakan oleh kaum perempuan, Jawi Jangkep dikhususkan untuk kaum
pria. Pakaian ini berasal dari adat Keraton Kasunanan Surakarta.
Jawi Jangkep sendiri memiliki 2
jenis, yaitu Jawi Jangkep dan Jawi Jangkep padintenan (keseharian).
Jawi Jangkep mengkhususkan penggunaan atasan hitam yang hanya boleh dikenakan
pada acara formal. Sedangkan Jawi Jangkep padintenan mengenakan atasan berwarna
selain hitam yang boleh dikenakan pada acara non formal. Kelengkapan pakaian
Jawi Jangkep adalah sebagai berikut:
a.
Penutup kepala berupa
blankon atau destar.
b.
Pakaian atasan dengan
bagian belakang jauh lebih pendek untuk tempat keris.
c.
Setagen.
d.
Epek, timang, dan lerep
sebagai sejenis ikat pinggang.
e.
Kain bawahan.
f.
Wangkingan atau keris.
g.
Canilan atau selop sebagai
alas kaki.
Hingga saat ini pakaian Jawi
Jangkep masih sering menjadi pakaian pilihan, khususnya untuk acara-acara adat
formal.
2.
Kebaya
Kebaya adalah jenis blus, tunik,
atau atasan tradisional yang dikenakan khusus oleh kaum perempuan.
Biasanya dibuat dengan bahan
tipis yang dipadukan dengan kain batik, sarung, atau songket. Nama kebaya
sendiri berasal dari Bahasa Arab, abaya yang memiliki arti pakaian.
Ada sumber yang menyebutkan
bahwa kebaya dibawa dari Tiongkok dan mengalami akulturasi budaya sesampainya
di tanah Jawa. Pada masa itu, kebaya adalah salah satu simbol aristrokasi
perempuan bangsawan yang membedakan mereka dengan rakyat jelata.
Rafles menuliskan bahwa jenis
kebaya berbahan sutra, brokat, atau beludru dengan bukaan yang disatukan dengan
bros di depan dada sudah ada pada 1817.
Seiring berjalannya waktu,
kebaya tak pernah kehilangan peminat. Dapat dikatakan, kebaya adalah saksi dari
perkembangan Indonesia sejak zaman kerajaan-kerajaan Nusantara hingga sekarang.
Kebaya bertahan dari pakaian
perempuan bangsawan, pakaian perempuan kolonial, dan sampai saat ini masih
menjadi pilihan perempuan-perempuan Indonesia dalam berbagai acara formal.
Perkembangan model kebaya turut
mengikuti perkembangan dunia fesyen. Modelnya tak berhenti pada gaya klasik
namun terus disesuaikan dengan arah mode yang sedang tren.
3.
Batik
Batik adalah hasil abreviasi
dari kalimat jawa babat soko sak tithik, yang secara istilah dapat
diartikan mengerjakan sesuatu sedikit demi sedikit. Ada pula yang menerangkan
bahwa batik adalah gabungan dari amba yang artinya luas/lebar
dan thik/titik/matik yang artinya membuat titik.
Sehingga dapat diartikan
sebagai menggambar (dan menggabungkan) titik-titik pada kain yang lebar. Pada 2
Oktober 2009, UNESCO akhirnya mengakui bahwa batik adalah warisan budaya yang
berasal dari Indonesia. Sejak saat itulah, batik kian populer dan dikenakan
untuk berbagai kesempatan.
Secara masif, masyarakat
berbondong-bondong beralih mengenakan batik untuk acara formal. Bahkan
instansi-instansi, baik pemerintah maupun swasta, serta sekolah-sekolah
menambahkan batik sebagai seragam wajib.
Selain itu, disamping motif
baku milik keraton, para produsen batik pun kian kreatif dan berani dalam
memberikan warna dan corak pada kain. Setiap daerah memiliki karakteristik
motif tersendiri yang dipengaruhi oleh kondisi geografis dan budaya setempat.
Batik dari daerah yang pesisir
biasanya lebih dinamis dalam pemilihan corak dan warnanya dibanding dengan dari
daerah yang masih terpengaruh oleh budaya keraton.
Seiring dengan perkembangan
zaman, model pakaian batik pun kian beragam. Kain batik tidak hanya berakhir
sebagai bawahan untuk kebaya, namun juga sudah kaum perempuan menjadikan batik
sebagai gaun maupun atasan. Sehingga tidak terkesan ketinggalan zaman, justru
mampu meningkatkan kecintaan akan warisan budaya nasional.
Saat ini, gerakan kembali
kepada yang tradisional menjadi tren, terutama untuk urusan pakaian. Beberapa
instansi pemerintah sudah menggalakkan untuk menggunakan pakaian adat di salah
satu hari kerja.
Termasuk penggunaan batik
sebagai seragam resmi di berbagai instansi pendidikan. Bangga dengan budaya
dalam negeri bukan berarti akan tertinggal dengan persaingan global.
4.
Kanigaran
Kanigaran merujuk pada dandanan
khusus pengantin dari keluarga kerajaan di Kesultanan Ngayogyakarta yang
disebut paes ageng kanigaran. Riasan ini dipersilakan untuk dipakai oleh
masyarakat umum pada masa pemerintahan Sultan HB IX. Kanigaran sarat akan makna
filosofis dan banyak diminati calon pengantin, khususnya bagi yang berdarah
jawa.
Pakaian kanigaran terbuat dari
bahan beludru warna hitam yang dilengkapi dengan kain dodot atau kampuh sebagai
bawahan. Riasan dan aksesoris beserta cara pakainya memiliki aturan khusus
tersendiri dan hanya perias terlatih yang mampu melakukannya.
5.
Beskap
Beskap adalah salah satu jenis
pakaian atasan pada Jawi Jangkep, namun seiring perkembangannya sering
dikenakan terpisah. Tradisi memakai beskap sudah ada sejak zaman Mataram, akhir
abad ke-18.
Memiliki bentuk kemeja lipat
dan berkerah bukan lipat, biasanya beskap menggunakan warna kain yang polos.
Kancing pada beskap terletak pada sisi kanan dan kiri serta pola kancing
menyamping. Sebagaimana halnya dengan pakaian atasan untuk Jawi Jangkep, bagian
belakang beskap terbuka untuk tempat keris.
Terdapat 4 jenis beskap,
yaitu: Beskap gaya Solo, yaitu jenis beskap yang terinspirasi dari pakem budaya
Keraton Kasunanan. Beskap gaya Yogya, beskap jenis ini merujuk pada pakem
Keraton Kasultanan dan Beskap landung, adalah jenis beskap dengan bagian depan
yang panjang serta Beskap gaya kulon.
6.
Surjan
Surjan adalah kemeja atasan yang
khusus digunakan oleh kaum pria berlengan panjang dengan kerah tegak dan
terbuat dari kain bermotif lurik atau bunga. Nama surjan merupakan singkatan
dari gabungan kata suraksa-janma yang berarti menjadi manusia. Ada
pula yang mengatakan surjan berasal dari kata siro dan jan yang
artinya pelita.
Menurut sejarah, surjan sudah
ada sejak zaman Mataram Islam yang diciptakan pertama kali oleh Sunan Kalijaga.
Pakaian ini sering juga disebut sebagai pakaian taqwa karena memiliki makna
religius :
a. 6 buah kancing pada kerah
melambangkan rukun iman.
b. 2 buah kancing pada dada
kiri dan kanan melambangkan dua kalimat Syahadat.
c. 3 buah kancing yang tak
terlihat di bagian dada dekat perut yang melambangkan nafsu manusia yang harus
dikendalikan.
Pemakaian surjan dulunya
terbatas pada bangsawan dan para abdi keraton.
7.
Basahan
Sama halnya dengan kanigaran,
basahan merujuk pada dandanan yang digunakan oleh pengantin. Berasal dari warisan
kebudayaan Mataram, basahan masih banyak menjadi dandanan pilihan untuk upacara.
Pembeda antara dandanan
basahan dan kanigaran adalah gaya berpakaiannya. Jika kanigaran mengenakan
pakaian luaran berbahan beludru di luar kemben, pada basahan pakaian luaran
tersebut tidak ada. Riasan dan aksesoris yang digunakan hampir menyerupai pada dandanan
paes ageng kanigaran.
B.
Makna dan Filosofi
Suatu daerah memiliki cerita yang
tentunya tidak sama dengan daerah lainnya. Sama halnya dengan pakaian adat,
masing-masing daerah mempunyai model dan corak yang berbeda yang biasanya
sesuai dengan sejarah dari daerah tersebut. Makna Baju Adat Jawa Tengah yaitu
pakaian kebaya memiliki makna dan filosofi tersendiri. Filosofi kebaya menurut
masyarakat Jawa Tengah, yaitu memiliki arti sebuah simbol kepatuhan, kehalusan
dan tindak tanduk yang selalu diikuti dengan sikap yang lemah lembut.
Lalu mengapa kebaya dipakai
dengan dililiti kain jarik? Hal tersebut pun memiliki makna bahwa seorang
wanita yang menggunakan lilitan kain jarik akan merasa kesulitan untuk bergerak
dengan cepat, bukan berniat untuk membatasi setiap gerak wanita. Namun ini
sebagai simbol bahwa seorang perempuan harus bisa diatur dan identik dengan
pribadi yang lemah lembut.
Itu tadi sedikit gambaran dan penjelasan tentang adat
istiadat dan budaya khususnya yang berkaitan dengan pakaian adat yang ada di
Jawa Tengah. Semoga informasi tersebut dapat menjawab kebingungan Anda mengenai
bentuk pakaian adat dan makna serta filosofi dari pakaian adat Jawa Tengah.